Scroll Ke bawah untuk melanjutkan

Opini  

Irrelevansi Kebijakan Pemerintah Provinsi NTT Terkait Jam Belajar siswa SMA/SMK Dan Prioritas Pendidikan

Oleh : Melyusti Setiawan Kebkole/Staf Wakil Ketua Umum Eksekutif Nasional LMND Bidang SDM & SDA

SOE, Flobamora-news.com – Kebijakan Gubernur NTT Viktor B. Laiskodat pada siswa SMA/SMK tentang perubahan jam masuk sekolah yang lebih awal ketimbang sekolah formal pada umumnya menuai pro dan kontra dari perbagai pihak. Terlepas dari itu, kebijakan ini ternyata hanya fokus terhadap etos kerja sesuai yang disampaikan oleh Gubenur bahwa hal ini untuk meningkatkan disiplin para siswa. Selain itu, orientasi kebijakan ini hanya fokus agar para siswa bisa lolos sekolah Kedinasan maupun Akabri – sesuai yang disampaikan oleh kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT Linus Lusi dalam wawancaranya dengan medcom.id pada tanggal 28 februari. Tetapi dalam kesempatan lain, Gubernur malah mengklarifikasi bahwa kebijakan tersebut agar ada lulusan sekolah NTT yang tembus Universitas top dalam dan luar negeri. Perbedaan pendapat tersebut menunjukkan bahwa kebijakan tersebut masih premature. Jadi wajar saja kalau kebijakannya terlihat lemah dalam sosialisasi.

Advertisement
Scroll kebawah untuk lihat konten

Kedua pejabat daerah di atas sudah mensimplifikasi peran pendidikan terutama sekolah. Kita perlu mengingatkan bahwa pendidikan yang dituntut oleh Ki Hadjar Dewantara yaitu pendidikan yang sejatinya untuk memanusiakan manusia – artinya pendidikan yang
berlangsung dalam sekolah untuk menuntun manusia menemukan dirinya yang akan membuat dia memiliki kemerdekaan dan kemandirian dalam kehidupan termasuk menentukan masa depannya. Dengan itu, kedua pejabat diatas sudah bertindak ahistori dalam membuat kebijakan.
Konsekuensi lainnya, orientasi kebijakan yang disampaikan oleh kepala dinas Pendidikan dan
Kebudayaan NTT menyeragamkan cita-cita siswa/siswi yang ada di NTT. Padahal tidak semua siswa/siswi ingin menjadi aparatur negara.

Seharusnya, pemerintah provinsi sebagai penanggung-jawab berjalannya pendidikan tingkat SMA/SMK fokus terhadap peningkatan kualitas tenaga pengajar, perbaikan saranaprasarana, dan membuka opsi yang beragam bagi para siswa. Berdasarkan data yang dilansir oleh BPS bahwa IPM Provinsi NTT pada tahun 2022 sebesar 65,90% yang masih berada di bawah rata-rata IPM nasional sebesar 72,91%. Lebih lanjut, rilis LTMPT tahun 2022, sebuah Lembaga negara yang menyelenggarakan tes masuk perguruan tinggi negeri, mengungkapkan tak ada satupun SMA/MA dari 200 yang ada di NTT masuk dalam daftar 1000 sekolah terbaik.

Baca Juga :  Urgensi Demokrasi Pemilihan Kepala Desa

Sebenarnya sumber daya manusia yang ada di NTT sangat mumpuni. Hal ini terbukti dengan diraihnya juara lomba matematika tingkat internasional oleh anak NTT. Menakjubkan, bocah yang berasal dari keluarga sederhana ini mampu menjadi nomor satu dalam bidang matematika di dunia internasional. fenomena tersebut menyadarkan kita bahwa dengan keadaan yang terbatas mampu menjadi yang terbaik. Bukan tidak mungkin dengan kualitas sumber daya yang memadai, sarana-prasarana yang lengkap, dan terbukanya akses yang luas dalam menentukan pilihan akan menambah daftar prestasi membanggakan yang mengharumkan nama NTT.

Alasan lain Gubernur NTT mengeluarkan kebijakan di atas untuk mengakselerasi
ketertinggalan Pendidikan NTT terhadap daerah lain. Sungguh keinginan yang sangat mulia walaupun terkesan lain yang gatal, lain digaruk. Karena belum ada penelitian yang pasti bahwa mempercepat jam masuk sekolah akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Bahkan kebijakan tersebut berpotensi mempersingkat waktu istirahat yang berpengaruh terhadap aktivitas belajar mengajar dan presetasi pada peserta didik.

Pada tahun 2014 jurnal sleep menemukan bahwa siswa SMA yang mendapatkan tidur lebih sedikit cenderung memiliki nilai yang buruk, kehilangan konsentrasi, dan kesulitan dalam memecahkan masalah. Penelitian lain yang diterbitkan dalam jurnal Pediattrics pada tahun 2018 menujukkan bahwa siswa yang bangun lebih awal karena kurang tidur memiliki potensi kelelahan dan mengalami stress.

Kekhawatiran lainnya tentang kebijakan ini berpotensi mengancam keselamatan jiwa dan raga pengajar dan peserta didik dikarenakan sepinya lingkungan siswa selama perjalanan menuju sekolah. Apalagi menurut data Polda NTT pada tahun 2021, Kupang menjadi daerah dengan tingkat krimanalitas tertinggi disbanding daerah lainnya yang ada di NTT. kita patut mencemaskan segalanya, karena menyangkut generasi penerus daerah dan bangsa yang melanjutkan kepemimpinan – apalagi dengan melihat kebijakan yang terkesan premature.

Baca Juga :  Urgensi Demokrasi Pemilihan Kepala Desa

Pemerintah provinsi berpikir bahwa dengan masuk jam sekolah lebih dulu maka akan mampu mengejar ketertinggalan pendidikan terhadap daerah lain. Tidak adanya relevansi antara memajukan jam belajar-mengajar dengan pengejaran ketertinggalan pendidikan semakin membuat kita ragu terhadap kebijakan terbaru yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi. Banyaknya anggaran yang dikucurkan dari APBD, tidak menjamin terjadinya peningkatan kualitas pendidikan kalau tanpa program yang objektif (baca : menjawab masalah yang ada). Sampai saat ini juga belum terlihat manfaat dari anggaran tersebut. Rilis LTMPT pada tahun 2022 menjadi bukti kualitas pendidikan yang ada di NTT belum kompetitif dibandingkan dengan daerah lainnya.