Scroll Ke bawah untuk melanjutkan

Merasa Dilecehkan di Medsos Kepala Desa Pollo Polisikan Akun AN

Avatar photo

Sementara AN yang dihubungi oleh media ini melalui pessan whatsApp mengatakan bahwa terkait postingan saya pada media sosial tentang penjualan tanah yang disertakan dengan kwitansi-kwitansi itu adalah suatu tindakan paling terakhir dari segala cara yang sudah kita lakukan selama ini. Karena bagi kami sebagai kakak kandung (satu kandung) mengenai penjualan tanah di lokasi Toinunuh yang benar-benar dan fakta dengan saksi dari seluruh warga tani yang ada berupa bukti kwitansi dan bukti surat pernyataan pelepasan hak atas tanah yang kami peroleh dari pembeli sejak 25 Januari 2018 di Kantor Desa Bena.

Advertisement
Scroll kebawah untuk lihat konten

“Sejak tahun 2016-2017 pembeli sudah melakukan aktifitas berupa penggusuran lahan besar-besaran menggunakan eksavator pada akhir tahun 2016 hingga 2017. Tahun 2018 kami keturunan yang berstatus sebagai kakak kandung bertindak dan menghalau pembeli di lapangan hingga berujung pada teguran berupa balas berbalasan surat antara kami dan pembeli dan pada tanggal 25 Januari 2018 adanya pemeriksaan kasus penjualan tanah ini di Kantor Desa Bena yang difasilitasi oleh Penjabat Kades Bena yang adalah Camat Amanuban Selatan Bpk. Yohanis Asbanu, S.Pt. Pada pemeriksaan itu menghasilkan kesepakatan antara pembeli dan pemegang hak kesulungan yaitu (kami) yang dimandatkan oleh orang tua kami bersepakat dengan Pembeli Michael Da Costa melalui pernyataan diatas materai Rp. 6000. Poin kesepakatan adalah pembeli dipersilahkan untuk menempuh jalur hukum yaitu menggugat di pengadilan sedangkan para penggarap tanah yang adalah rakyat tetap mengolah tanah sengketa yang telah dijual atau dialihkan sambil menunggu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap”, ungkapnya.

“Namun dalam perjalanan terdapat sekelompok warga yang diduga kuat disuruh untuk masuk menguasai sebagian lahan yang telah dijual tersebut yang mana mereka bukan merupakan nama-nama sebagai penggarap lahan dimaksud dalam lampiran surat pernyataan itu yang telah disepakati antara pembeli dan keluarga Nabuasa kesulungan. sehingga pada awal akhir tahun 2023 keluarga Bapak PR Nabuasa melaporkan oknum-oknum yang adalah keluarga Nau cs yang masuk menguasai lahan itu ke pemerintah Desa Bena, namun tidak diindahkan sehinga di fasilitasi ke pihak Polsek Amanuban Selatan untuk membantu mediasa secara baik-baik. Namun keluarga Nau Cs mengaku bahwa itu tanah diperoleh dari LB Nabuasa yang nota Bene sudah dijual, dan masuk lagi melakukan penggarapan pada tahun 2019.  Yang menjadi pertanyaan tanah sudah dijual lalu masuk untuk menguasainya lagi, sehingga postingan di FB dengan menampilkan sebagian kecil dari kwitansi dan pelepasan hak yang ada sebagiannya adalah tanah yang berlokasi di samping tanah bermasalah saat ini. Oleh karena itu kuat diduga bahwa tanah dijual oleh LB Nabuasa bersama-sama dengan oknum-oknum yang sementara masuk dan menguasai lahan bermasalah saat ini, yang telah terjual dari tahun 2007 dan 2011 dan fakta yang terjadi bahwa sudah dibangun pagar duri keliling oleh Pihak pembeli dengan luas ratusan hektar dan dijual tanpa sepakat atau sepengetahuan kami sebagai kakak (Sulung) dan saat ini 300 masyarakat yang telah nikmati untuk diolah sebagai lahan sawah.. sebagiannya baru diolah secara sepihak oleh oknum-oknum yang bukan penggarap sesuai pernyataan yang ada”, tandasnya.

Lanjut AN, Jika itu fitnah maka Nope Nabuasa harus buktikan fitnahnya dimana sedangkan itu adalah fakta dengan bukti surat dan bukti aktifitas terjadi di lapangan.

“Adanya postingan saya kerena pada tanggal 4 Maret 2023 maka diduga Nope Nabuasa memimpin massa kurang lebih 150 org turun dilokasi dengan melakukan penghadangan dan Pemalangan di jalan raya, sehingga patut kami pertanyakan apa tujuan dan motifnya”, ungkapnya.

“Jika ini urusan keluarga mestinya peka dan mempersilahkan penggarap yang kuat diduga adalah komplotan nya untuk masuk menguasai lagi lahan yang telah dijual yang mana lahan itu sementara kami menunggu pihak pembeli utk menggugat di pengadilan”, ujarnya.

“Jika ini urusan pribadi maka jangan bawa-bawa institusi Pol PP dan ingat bahwa dalam institusi Pol PP rohnya perjuangkan kejujuran, kebenaran dengan tetap menjaga adat istiadat. Jika itu bertentangan dengan masyarakat adat yg diatur dalam pasal 6 ayat (1) dan (2) maka saya tetap lawan demi kebaikan warga atau rakyat Adat termasuk penerus keluarga Nabuasa. Sedangkan kaitan dengan pernah berkuasa, Eyang saya Koko Nabuasa 2 alias Godlif Aleksander Nabuasa juga pernah memimpin dan menata Kota Abansel dari tahun 1943 – 1961 sebagai tokoh adat dan dipercaya oleh pemerintah sebagai Temukung Besar Pollo, yang juga adalah satu-satunya kakak kandung dari Alm, LB Nabuasa. Jika bertindak memberikan tanah untuk fasilitas negara itu sah-sah saja. Sebagai penerus Keluaga Nabuasa Pollo yang saat itu Anak kandung Godlif Aleksander Nabuasa (ayah kandung PR Nabuasa baru berumur 15 tahun).. tapi bukan memberikan fasilitas kepada negara lalu menghilangkan status adat dan status dalam keluarga antara kakak dan adik. Jika itu tanah leluhur mesti bersepakat untuk selanjutnya dijual. Jika tidak ada kata sepakat pasti tidak terjual karena yang susah pasti generasi penerus, masyarakat (Kolo Manu) yang semakin hari semakin bertambah dan juga pembeli akan merasa dirugikan”, pungkasnya.